SEBUAH RAHASIAKU

Hai guys...Akan aku ceritakan sesuatu tentangku...
Entah siapa yang akan membacanya, semoga bukan seseorang yang dekat denganku, agar dia tidak merasa kaget, atau bahkan meninggalkanku..

JODOH, MATI, REZEKI, semua ada di tangan Allah...
BIG RIGHT

Beberapa waktu yang lalu, seorang sahabatku tiba- tiba meraih tanganku dan mencoba membaca garis tanganku. Aku diam saja dan membiarkannya membaca. Namun setelah beberapa saat, dia terhentak, kaget dan sontak menutup tanganku. 
Aku           : Kenapa say? Apa yang kamu baca?
Sahabatku : Gak, gak ada apa- apa.
Aku           : Gapapa say, bilang aja. Kenapa? Kamu kaget ya kalau usiaku ga panjang?
Sahabatku : Hah! Kamu udah tau ya say? 
Aku           :    (*Aku hanya tersenyum)
Sahabatku : Kok kamu bisa tau? 
Aku           : Bener kan? Ngomong aja say, gapapa.
Sahabatku : Iya say, tapi kok kamu bisa tau? sejak kapan?
Aku           : Aku udah tahu lama say. Aku tahu kalau usiaku gak akan lama. Ya, sebenernya kita ga boleh mendahului Allah. Aku percaya sama Allah. Aku hanya sebatas merasa kalau usiaku ga panjang.
Aku dulu sering dikasih gambaran kalau usiaku ga sampai tua. Dan aku pernah diperlihatkan bahwa kedua orang tua aku menangisiku. 
Sebenernya, inilah yang ingin aku sampaikan ke mantanku beberapa waktu lalu. Sebenernya juga aku udah ngomong sama dia walaupun seperti kiasan. Aku selalu berkata satu hal, "Tetaplah disini, disampingku, menemaniku, karena aku tau waktuku ga lama. Nanti kalau kamu udah ga sama aku, kamu bisa cari wanita lain sebagai penggantiku. Tapi sementara kamu temenin aku dulu, sampai aku tahu jawabanya. Karena aku selalu merasa kamu lain dari semua pria yang pernah aku temui. Aku pengen tau kenapa jantungku selalu berdegup ketika kamu ada disekitarku." Tapi dia ga mau gubris omonganku... Ah sudahlah, mungkin jalannya harus seperti ini. Tapi tolong rahasiain ini dari siapapun ya say, cukup kita aja yang tau.
Sahabatku  : Iya say...


Kadang persaaan itu tidak bisa aku kendalikan, hingga aku berasa ingin mati saat itu juga. Namun ketika nalarku bekerja, aku tersadar, untuk apa aku mengejar matiku, sedang matiku tak akan lama lagi. Sampai detik ini, aku tetap berharap, sebelum aku tiada, aku sudah memiliki keluarga yang bahagia.
Atau baiknya aku pergi sebelum semua ini terjadi? Meninggalkan mereka, berharap mereka mengetahui bahwa aku baik- baik saja. Agar mereka tidak merasa kehilanganku, karena mereka sudah merasa terbiasa tanpaku. Dan aku bisa meninggalkan mereka dengan tenang.

> Sebuah Dilema.....

Aku sering khawatir, aku takut jika waktu ajalku terjadi, aku sendiri meringkuk di ujung ruangan gelap tanpa seseorang, sepi, dan menunduk berharap ada seseorang yang datang memelukku.

Siapapun... yang menyayangiku.... datangilah aku... jemputlah aku... aku tak ingin sendiri....

Namun aku tidak menginginkan mereka yang menyayangiku mengetahui kepergianku dan menangisiku, memeluk jasadku. Sungguh aku tak kuasa.



Pesan Tak Terkirim (1)

Dear,
Jans...

Aku sudah tak mengerti harus bagaimana lagi menyampaikan apa yang selama ini aku rasakan. Entah juga kamu akan mengerti atau kamu akan melewati semuanya. Selama ini kamu hanya diam dan menganggap permintaanku hanyalah omelan yang harus kamu lewatkan begitu saja. Dengan menuliskan surat ini pun, aku sangsi, apakah kamu mau membaca tulisan ini atau tidak. Namun sudahlah, aku tulis saja apa yang selama ini aku rasakan, terserah kamu akan mengerti atau tidak mau mengerti. Entah kamu anggap ini penting, atau hanya sekedar omongan aneh.
Aku pasrah Jans, aku sudah tidak ingin memaksakan apapun lagi. Entah aku yang menyerah atau aku yang bersalah, atau memang begitu keadaanya. Aku merasa seperti aku memaksakan perasaan orang lain, dimana sebenarnya kamu sama sekali tidak menginginkannya. Tampak jelas dari matamu, biarpun kamu memilih diam, dan menerima semua yang aku lakukan. Aku bukan manusia bodoh yang mati rasa terhadap hati seseorang. Jelas aku tetap memaksakan karena aku sangat- sangat bahagia dan tidak ingin berbagi atasmu dengan wanita lain. Aku ingin memilikimu seutuhnya kamu.
Egois memang, namun aku hanya manusia, yang ingin menang memiliki sesuatu, dan tidak ingin milikku disentuh orang lain. Sampai aku tidak peduli apakah kamu cinta atau tidak denganku. Aku selalu menanamkan di pikiranku, bahwa aku bisa menanam rasa cinta itu di dalam dirimu. Namun semuanya salah, sampai detik ini aku masih belum dapat memupuk perasaan cinta di hatimu untukku, sedikitpun. Selama ini aku merasa seperti sedang memiliki patung atau boneka yang bisa aku mainkan dan aku tata semau aku. Ketika aku meminta untuk kamu aku miliki, kamu melakukannya, aku meminta kamu datang, kamu melakukannya, segalanya kecuali satu hal, aku memintamu untuk mencintaiku, itu suatu hal yang mustahil.
Selama ini aku menipu diriku sendiri, dengan harapan yang sebenarnya hanya mimpi, ilusi. Harapan yang hanya akan menjadi asa, dan tidak pernah menjadi nyata. Harapan yang akan membuatmu mencintaiku sepenuh jiwa dan ragamu. Cinta yang melebihi cintamu pada wanitamu, cinta yang aku harapkan hanya untukku. Aku sangat- sangat egois, harusnya aku tak sampai melakukan semua ini. Akhirnya cinta itu berubah menjadi keegoisan. Semua ini salahku, dan harusnya aku tidak menyalahkanmu dan menodong bahwa kamu yang telah membuang waktuku. Aku hanya kecewa, kenapa kamu masih tetap saja mau menjalani semuanya denganku, walau sebenarnya kamu muak denganku. Bukan kamu yang salah Jans, ini semua salahku.
Sekarang aku merasa kalah, rasa bersalahku tak tahu dengan cara apa aku menebusnya. Apa aku harus memendam diriku ke dalam bumi sedalam dalam nya? Apa aku harus menyayat tubuhku hingga tak berbentuk? Aku malu Jans, karena pada akhirnya, akulah yang merusak rasa cinta ini sendiri. Seharusnya aku tidak memaksakan semuanya. Aku terlalu egois hingga lupa, bahwa cinta tak selamanya harus memiliki. Seharusnya aku membiarkanmu pergi dengan wanita yang kamu pilih, bukan dengan orang sepertiku, yang memaksakan segala hal agar kamu tetap bersamaku. 
Semua sudah terjadi Jans, entah ini merupakan kebahagiaan bagimu, atau hanya biasa saja bagimu. Karena sampai detik ini aku pun tak tahu siapa dan bagaimana aku dimatamu. Namun aku tidak akan memintamu, ataupun memaksamu untuk kembali lagi denganku. Aku hanya ingin kamu tahu sebenarnya apa yang selama ini aku rasakan tentangmu.
Semua temanku juga sudah mengatakan padaku mengenai pengalaman- pengalaman mereka. Bahwa jodoh itu, kita tidak tahu. Kata salah satu dari mereka, "Aku juga laki- laki seperti dia, aku pernah berada di posisi yang mungkin sama dengan dia. Aku pacaran lama dengan pacarku, namun aku mash ragu- ragu untuk menikahinya, walau dia sudah meminta saya menikahinya. Namun, saya bertemu dengan istriku sekarang ini, baru sebentar, belum ada satu tahun kami pacaran, namun aku langsung yakin dan mantab untuk menikahinya. Hubungan lama bukan jaminan, kalau dia menunda- nunda, berarti dia tidak yakin dan sebenarnya tidak ingin kamu jadi istrinya, lupakan saja dia, cari yang lain." Sahabatku yang lain pun mengatakan hal serupa dengan kawanku tadi, "Aku juga pernah kok pacaran lama, tapi aku ga menikahinya, ya rasanya masih belum sreg aja, dan aku mendiamkan dia saja, akhirnya dia yang menyerah, dan pergi begitu saja. Baru setelah itu aku bertemu dengan calon istriku yang sekarang, dan aku mantab bahwa aku akan menikahinya."
Semua pengalaman- pengalaman yang mereka ceritakan padaku membuatku tersadar bahwa aku harus menyerah denganmu. Aku tidak mau mengulur- ulur waktu, karena mungkin disaat kamu sedang bersamaku, jodohmu terlewat begitu saja dan membuat keberadaanya tertunda. Aku tidak mau terus menjadi manusia bersalah. Lagipula untuk apa mempertahankan sesuatu yang tidak mau aku pertahankan. Karena pasti itu semua membuat kedua belah pihak terluka. Dari pihakmu, kamu akan terluka karena kamu harus terus menahan perasaan yang seharusnya tidak ingin kamu rasakan. Dan dari pihakku, aku akan terluka karena terus mengekang orang yang aku cintai padahal kamu tidak mencintaiku. Memaksakan perasaan orang lain itu lebih sakit ketimbang orang yang dipaksakan.
Perasaan cinta dan sayangku tak main- main Jans, dan tak singkat juga. Berawal dari tahun 2007, dimana tiba- tiba jantungku terasa berdegup seketika. Setelah aku mencari penyebabnya, aku temukan kamu diantara ratusan manusia di kampus. Seketika detak jantungku berdegup kencang, disaat itu pulalah aku menatapmu, dan seketika itu degupan jantung tersebut berdegup lemah dan biasa. Bukan sekali atau dua kali aku merasakan hal itu, namun acapkali dan selalu dengan cara yang sama, mataku berlarian, mencarimu, setelah melihatmu, degup jantung itu reda lagi. 
Semua tak berhenti sampai disitu, aku mulai terporsir mencari tahu siapa kamu dan bagaimana kamu. Dari nama, tanggal lahir, nomor handphone, alamat, kamu anak keberapa dari berapa bersaudara, siapa orang tuamu, bagaimana nilai kamu saat dikampus, siapa pacarmu dikampus, bagaimana caramu belajar, bagaimana caramu berteman, bagaimana caramu makan pun, saat itu aku mencarinya. dan waaalaaa, semua aku dapatkan dalam kurun waktu 1 bulan. Wajar saja, aku seorang aktivis di kampus, aku ikut HIMA, aku ikut teater, dan aku ikut BEM. Aku juga sempat membuntutimu, menilik kegiatanmu, sampai di tanganku tersusun jadwal kapan dan dimana kamu lewat dan kapan aku bisa mulai berpapasan denganmu. Gagal? Tentu tidak, aku selalu mengetahui jadwal kuliahmu, aku selalu meneropongmu dari jauh, ketika kamu terlihat akan melewati tangga barat, aku sekuat tenaga berlari dari lantai 3 menuju lantai 1 melewati tangga timur, kemudian berusaha tampak seperti kita berpapasan, dan menyapamu atau kadang hanya sekedar melihatmu. Hal kecil seperti itu pun sudah berhasil membuatku bahagia. 
Aku bukan manusia yang sukses untuk mengingat detail mengenai hal apapun. Aku mencatat semua informasi mengenai dirimu pada sebuah buku catatan kecil yang aku beli di sebuah mini market mahasiswa yang ada di tengah komplek, segalanya. Kemudian aku merasa semua tidak cukup hanya dapat melihatmu dan mencatat segala informasi tentangmu, aku membutuhkan fotomu yang bisa aku pandang setiap detik di kamarku. Hal yang cukup menyebalkan bagiku, aku harus men- stalking media sosial milik pacar- pacarmu, cukup banyak yang aku dapatkan, tak jarang juga aku menghapus wajah wanita mu, dan aku smpan untukku kemudian disebuah folder. Semua tersimpan rapi di komputer yang sampai detik ini masih ada dikamarku, walau tidak bisa lagi aku nyalakan. Bahkan beberapa fotomu aku gunakan sebagai walpaper PC ku. Yach, kamu aku jadikan sebagai idola di hidupku, i am a secret admirer of you.
Imajinasiku kadang bermain, dimana aku selalu bermimpi untuk dapat menjadikanmu milikku. Namun aku menyadari, aku bukan wanita super maupun wanita cantik. Aku juga menyadari siapa aku dan bagaimana kedudukanku. Dan terkadang aku tersadar, bahwa semua tentangmu hanyalah khayalan untukku saja, hanya imajinasi. aku juga perlu untuk terus melanjutkan kehidupan nyataku. Aku perlu menjalani keseharianku, aku juga terkadang merasa kesepian dan ingin ditemani seorang pria. Aku tidak memungkiri, bahwa aku bermain hati dengan pria lain. Kamu tahu, apa alasan aku mengatakan "bermain hati"? Karena aku menjalani hubungan dengan pria lain, dengan membayangkan bahwa mereka adalah kamu. Aku merasa aku adalah manusia yang penuh dengan cinta, maka aku harus membagi perhatianku untuk manusia nyata. Tapi tetap saja, aku anggap mereka adalah kamu. seketika aku menatap wajah pria lain, yang aku lihat adalah kamu. Dan ketika mereka melihat PC ku, dan menanyakan mengenai walpaperku, aku selalu mengatakan kepada mereka bahwa walpaper itu adalah artis.
Tak jarang juga aku menghabiskan waktuku dengan duduk di warung pertigaan jalan kampus, sambil memandang jalan. Dan tak jarang juga aku melihatmu berkeliaran disekitar sana dengan berganti wanita berkali- kali dalam satu hari. Dua hal yang sebenarnya aku pertanyakan, tidak lelahkah kamu dengan mereka semua? tak cukupkah aku saja yang menjadi wanitamu yang menemanimu? Namun dua pertanyaan itu hanya isapan jempol saja. Mana mungkin kamu bisa aku miliki? Hahaha, imajinasi yang harus aku hapuskan kala itu. Kehidupan nyata juga perlu aku lewatkan. Aku menjalani kehidupanku saat itu tidak seperti mahasiswa wajar. Aku mulai depresi dengan kepura- puraan yang aku rasakan. Aku menghabiskan waktu dengan bermain game, teater, dan kelayaban kesana kemari, dan mengesampingkan kuliahku. 
Aku mulai tidur 2 jam setiap harinya, antara jam 5 sampai jam 7 pagi saja. Selebihnya aku menjalani kehidupanku dengan kelayaban, dan main game. Saat itu, aku ditemani seorang pria dimana dia adalah orang pertama yang aku akui sebagai pacarku. Dia mirip sepertimu, berbadan kecil, tinggi, dan populer dikalangan wanita. kala itu aku mulai menghabiskan waktuku dengan nya dan keluarganya. Dengannya aku bisa merasakan keluarga yang tulus, dimana ketika aku sedih dia pasti menemani, ketika aku bahagia dia selalu melengkapi, ketika aku sakit, dia dan kedua orang tuanya merawatku, dan merasakan sakitku. Mereka adalah anugrah terindah yang pernah aku miliki. Aku akui, disaat mereka ada, sesekali aku melupakan keberadaanmu, aku lebih mementingkan mereka daripada perasaanku untukmu. Perasaan sayangku pada mereka bukan candaan, aku menyayangi mereka layaknya keluarga yang utuh dan membahagiakan. 
Walaupun aku sudah memiliki orang yang bisa sedikit membuatku lupa akanmu, namun itu tak berhasil selamanya. Melupakanmu merupakan hal yang mustahil aku lakukan. Sering terbesit dipikiranku atas kamu yang sedang bermain dengan wanita- wanitamu. Aku tetap memajang fotomu di walpaper PC ku, dan aku tetap mencari waktu untuk bisa berpapasan denganmu. Sampai aku harus mengambil kuliah yang sama denganmu bagaimanapun caranya. Aku mencari cara agar bisa berbicara denganmu, menawarkan diriku untuk mengerjakan tugas, walaupun tidak berhasil bagus, karena aku berkontribusi satu nilai buruk pada nilai mata kuliahmu. Hahahahahahahahaha.... Tak jarang juga saat aku satu kelas denganmu, aku selalu mengawasimu di sisi lain dalam ruangan itu. Aku melihat gerak- gerikmu, dan tetap saja aku terpesona akan segala tingkah konyolmu. 
Namun sering emosiku tak berjalan stabil, aku kadang berusaha menghubungimu lewat nomor yang aku miliki, namun aku tidak berkata apapun. Kadang juga aku mengirimkan pesan singkat menanyakan bagaimana kabarmu, apa yang kamu inginkan, dan pernah juga aku memberikan sesuatu untukmu. Namun tetap saja, aku hanya angin lalu bagimu. Kadang juga aku tak kuasa menyimpan perasaanku sendiri, aku menceritakan perasaanku untukmu kepada teman- teman teaterku. Hal ini merupakan kesalahan terbesar, karena aku lupa, wanitamu saat itu adalah sahabat dari teman teaterku. Sontak dia memberiku pesan untuk jangan pernah mengganggumu. Hahahahaha, apes aku...
Semenjak kejadian itu, aku mulai mengkonsumsi khayalanku tentangmu sendiri, tanpa ada orang yang tahu. Dan kala itu, aku pisah dengan pacarku, dan aku menghentikan kehidupan carut marutku. Aku berlaku kembali menjadi mahasiswa wajar yang berharap bisa bermain dengan kawan satu kosku, shoping kemana aku mau, dan menghabiskan waktu dengan teman kelasku, pikirku. Namun ternyata kehidupan seperti itu tak cocok aku jalani, aku tidak bisa berlaku pura- pura dengan mereka- mereka, aku tetaplah aku. Aku mendapatkan pacar baru, dan aku mulai meninggalkan area kampus, dan berpindah kos yang jauh dari kampus. Berharap bahwa aku bisa melupakanmu dan menggantikanmu. Tapi semua yang aku lakukan nihil, aku malah bersikap leluasa dengan menceritakan sosokmu pada teman kosku dan malah semakin mengagumimu. lagi- lagi, melupakanmu adalah hal yang mustahil untukku.
Keadaan ini membuatku frustasi, aku ingin menghapusmu, namun aku selalu gagal. Terbesit dipikiranku, apa aku harus hapus semua memory tentang kamu? Aku buang semua informasi tentang kamu, note yang berisikan segalanya yang aku ketahui tentang kamu. Kemudian aku bertemu lagi seseorang yang aku rasa bisa membuatku lupa akanmu, waktu yang tepat untuk aku hijrah melupakanmu. Namun itu tak berlangsung lama, dia yang aku yakini sebagai orang yang dapat membawaku melupakanmu, pergi selamanya. Aku hanya dapat berjalan dengannya sesaat, dan melupakanmu sekitar 2 bulan saja. Namun pada akhirnya, setelah aku kehilangan dia, aku mulai jatuh lagi, karena ingatan tentangmu ternyata tidak dapat menghapuskan kamu, aku hanya bisa menyelamurkannya saja, dan itu hanya sesaat. Semua ini membuatku semakin muak dengan keadaan ini. Ditambah lagi dengan keadaan keluargaku yang semakin tak beraturan. Yach, waktu itu aku pun mengalami depresi tingkat dewa karena masalah didalam keluargaku. Aku mulai trauma akan sesuatu, dan aku berharap untuk menghapuskan semua memory yang aku miliki sebelumnya. Ya, berhasil, setelah aku menjalani beberapa terapi, sampai ke tingkat hipnotherapi. Benar, aku bisa melupakan semua traumaku, bahkan tentangmu. Semua informasi tentangmu hilang, berhasil, namun tak semuanya. Ternyata bayangan wajahmu tetap saja berkeliaran di dalam otakku. Sempat aku bertanya, siapa kamu dan kenapa kamu bisa terus berada di otakku?
Bodoh, aku malah mulai mencari tahu lagi tentangmu, walaupun tidak segetol dulu. Aku hanya sempat tahu bahwa kamu adalah orang yang aku cari selama ini, kamu adalah orang yang aku impikan selama ini, dan kamu adalah manusia yang berbeda dari yang lain, dan aku sangat membutuhkanmu. Aku mulai bermain ke kampus lagi setelah aku meninggalkan kehidupan kampus cukup lama. Dan benar saja, aku melihat bayanganku mengejarmu sebegitunya sampai aku terlihat seperti paparazi yang mencari berita tentang targetnya. Ternyata aku tak begitu peduli terhadap tatanan kampus dan isi kuliahku, aku hanya ingat semburat- semburat bahwa aku pernah disini mengawasimu dari kejauhan, dengan hati kesepian, berharap kamu bisa berpaling padaku. Sebegitunya aku terhadapmu, namun selama ini aku tidak berani menampakkan wajahku dan mengutarakan apa yang aku rasakan tentangmu.
Sampai pada saatnya aku mendapatimu lulus kuliah mendahuluiku. Saat itu aku mulai khawatir, karena aku takut tak bisa menemuimu lagi, tak bisa memandangu lagi. Namun cerita menjadi lain, saat aku melihatmu berjalan berdua dengan wanitamu, bergandeng tangan menuju gedung tempat aku berada. Hal sama yang pernah aku lakukan, aku berlari ke ujung lorong yang akan kamu lewati, sambil sedikit mengatur nafas agar tidak terlihat bahwa aku barusaja berlari menghampiri posisimu. Benar saja, aku kemudian berpura- pura kaget dan menyapamu, kemudian aku menanyaimu ini itu, dan tidak memperdulikan wanitamu. Aku berusaha sedekat mungkin denganmu, dan berusaha agar kamu dapat masuk ke dalam pelukanku. Sedikit berhasil, hampir saja aku dan kamu berciuman, hahahahahaha suksesssss.... Entah apa yang terjadi selanjutnya dengan wanitamu, aku tidak perduli. Pada saat itu aku harus berusaha mendapatkan nomor barumu yang akhirnya aku dapatkan, satu kemenangan untukku.  
Aku mulai iseng dengan mengirimi kamu pesan singkat. Namun kali ini sedikit berbeda, aku bisa mendapatimu dan bisa membuatmu pergi denganku. Hal gila ini aku lakukan pada kedudukan dimana aku telah berpacaran dengan orang lain, dan aku meminta pacarku saat itu untuk mengantarkan aku menemuimu dan meminta dia menyerahkan aku padamu. Konyol memang, tapi itulah yang terjad, dan kamu tahu persis itu. Tahukah kamu bagaimana perasaanku saat itu Jans? Aku ingin menangis bahagia, ingin sekali memelukmu erat tanpa pernah melepasmu. pengalaman pertama bisa menyentuhmu, dan berdekatan denganmu, keliling Jogja denganmu.  

bersambung.....




























Terpojokkan


Siapa yang peduli nasibku??
Mereka hanya melihat dari luar. Ketika mereka susah, aku bantu mereka. Ketika aku susah, mereka kemana? Tampak menjauh dariku. Orang tuaku saja malah semakin memojokanku.

Pada posisi ini, aku jadi mengingat apa yang disebut penyesalan. Oke, pilihan anda memang bagus untukku, tapi apa nyatanya? Aku dihadapkan pada masalah, yang akhirnya anda pun menyudutkanku, menyalahkanku, dan melepaskanku. Kemudian memberikan pilihan dimana hanya aku yang pas untuk salah dan dimaki, dan menjadikanku seorang loser.

Aku tau niat anda tak seperti itu, karena mana ada orang tua yang membuat anaknya jatuh. Tapi, secara tidak langsung, anda menjerumuskanku ke dalam jurang. Andai sikap anda tidak seperti itu, mau mendengar suaraku, tak mungkin sesakit, sesulit, dan sesepi ini.

Manusia memiliki banyak keinginan, aku tak menyalahkan. Tapi aku hanya satu, dan kemampuanku hanya ini, jangan paksa aku menjadi orang yang seperti ada di impian anda, seperti anak lain yang anda tahu. Aku adalah aku, todak bisa menjadi dia, dia, maupun dia.